Warung Bebas

Selasa, 25 Februari 2014

Sudah dan Telah

Kita sering melihat berita sukacita atau dukacita di surat kabar atau majalah seperti berikut.
  1. Telah menikah Adi dengan Bimbi pada 25 September 2001
  2. Telah meninggal dunia nenek kami tercinta pada tanggal 15 September 2001.
Berita seperti itu hampir tidak pernah menggunakan kata sudah walalupun kedua kata itu bersinonim. Telah menikah digunakan untuk mengutamakan 'peristiwa berlangsungnya pernikahan'; telah menikah dapat dilawankan dengan akah menikah. Akan tetapi, sudah menikah lebih mengutamakan 'keadaan sudah berlangsungnya sesuatu' sehingga sudah menikah dapat dilawankan dengan belum menikah.
Kata sudah mencakupi makna 'cukup sekian'; 'cukup sampai di sini', sedangkan telah tidak.
  1. Sudah (bukan telah), jangan kautangisi lagi kematian itu.
sudah dapat dirangkaikan dengan partikel –lah atau –kah, sedangkan telah tidak. Oleh karena itu, sudahkah dan sudahlah pada kalimat berikut berterima, tetapi kata telakah dan telahlah tidak berterima.
  1. Sudahkah (bukan telahkah) semua anak negeri ini mendapat pendidikan yang baik?
  2. Sudahlah (bukan: telahkah), jangan siksa dia lagi.
Kata sudah dapat berdiri sendiri sebagai unsur tunggal di dalam klausa, sedangkan telah tidak.
  1. Sudah! (bukan telah!) Diam!
  2. Anda sudah (bukan telah) makan? Sudah.
Sudah dapat digunakan dalam bentuk inversi, sedangkan telah tidak.
  1. Lengkap sudah (bukan telah) kebahagiaan hidupnya.
Sudah mempunyai hubungan yang renggang dengan predikat, tetapi telah lebih rapat. Kerenggangan itu tampak pada kemungkinan penyisipan kata, seperti mau, harus, akan, atau tidak, di antara kata predikat dan kata sudah.
  1. Dia sudah (bukan telah) mau makan sedikit-dikit.
  2. Anda sudah (bukan telah) kebahagiaan hidupnya.
Namun, pada contoh berikut kata sudah dan telah dapat digunakan.
  1. Pagi-pagi kami datang menjemputnya, tetapi ternyata dia sudah/telah pergi.
  2. Dia sudah/telah dua hari tinggal di desa kami.
Perhatikan bahwa pada contoh pertama di atas sudah/telah digunakan untuk menerangkan verba pergi, sedangkan pada contoh kedua menerangkan numeralia dua hari.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Suka dan Sering

Permasalahan
Di dalam bahasa cakapan kita sering mendengar orang mengucapkan kata suka alih-alih kata sering, seperi pada kalimat berikut.
  1. Saya suka/sering lupa waktu kalau lagi asyik bekerja.
Penjelasan
Pada kalimat itu, baik suka maupun sering, dapat digunakan bergantian karena dalam bahasa cakapan salah satu makna kata suka ialah 'sering'. Dalam bahasa resmi, pemakaian kedua kata itu harus dibedakan dengan cermat sebab makna keduanya memang berbeda. Pada contoh berikut suka tidak dapat digantikan oleh sering karena sering berarti 'acapkali' atau 'kerapkali'.
  1. Dia adalah teman dalam suka dan duka.
  2. Saya suka akan tindakannya.
  3. Ambiklah kalau Anda suka.
  4. Jarang sekali ada ibu yang tidak suka akan anaknya.
Pada contoh (1) itu kata suka bermakna 'girang', 'riang', atau 'senang'; pada (2) berarti 'senang'; pada (3) berarti 'mau', 'sudi', atau 'setuju'; pada (4) berarti 'sayang'.
Dalam bahasa cakapan sering juga terdengar orang menggunakan kata suka dengan arti 'mudah sekali', seperti pada kalimat berikut.
  1. Pensil ini suka patah ketika diraut.
Suka patah pada kalimat itu dapat berarti 'mudah patah'.

Memorandum

Di dalam bahasa Inggris kata memorandum berarti 'diingat, rekaman informal, atau catatan pengingat'. Kata memorandum tidak ada kaitannya dengan hukuman atau vonis atau putusan hakim. Di dalam bahasa Indonesia kata memorandum berarti nota atau surat peringatan tidak resmi; surat pernyataan dalam hubungan diplomasi; bentuk komunikasi yang berisi saran, arahan, atau penerangan. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kata memorandum tidak berhubungan dengan 'peringatan'. Memorandum berkaitan dengan memorandus atau memorare (Latin) yang mengandung makna 'ingat' atau 'ingatan'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Atas Nama

Dalam berbahasa sehari-hari ungkapan atas nama sering kita temukan. Namun, pemakaiannya sering kurang tepat. Perhatikan kalimat berikut.
  1. Pada kesempatan ini saya atas nama Bupati Wanasari dan atas nama pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Bapak Subrata.
Pada kalimat (1) bupati berbicara sebagai pejabat dan sebagai pribadi. Yang perlu dicatat ialah bahwa yang berbicara adalah bupati sendiri, tidak mewakili orang lain. Dalam pembicaraannya, baik sebagai bupati maupun sebagai pribadi, digunakan ungkapan atas nama. Tepatkah penggunaan ungkapan tersebut? Di dalam kamus dinyatakan bahwa ungkapan atas nama berarti 'sebagai wakil, perintah, atau atas kuasa orang lain'. Karena dalam kalimat (1) bupati itu sendiri yang berbicara atau tidak mewakilkannya kepada orang lain, pemakaian ungkapan atas nama itu tidak tepat. Sebagai penggantinya, digunakan kata selaku atau sebagai sehingga kalimat (1) dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
  • Pada kesempatan ini saya selaku/sebagai Bupati Wanasari dan selaku/sebagai pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Bapak Subrata.
Jika yang berbicara bukan bupati, melainkan orang yang mewakili bupati, pemakaian atas nama kalimat (1) sudah tepat. Akan tetapi atas nama untuk pribadi tidak tepat. Dalam kalimat itu tetap digunakan kata selaku/sebagai sehingga kalimat perbaikannya sebagai berikut .
  • Pada kesempatan ini saya atas nama Bupati Wanasari dan selaku/sebagai pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Bapak Subrata.
Pemakaian ungkapan atas nama yang benar juga dapat dilihat di bawah ini.
  1. Atas nama ahli waris, saya mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang Bapak/Ibu berikan.
Ungkapan terima kasih seperti kalimat di atas disampaikan tidak hanya selaku pribadi, tetapi juga selaku wakil ahli waris. Dia berbicara mewakili ahli warisnya.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Rekonsiliasi, Islah, Rujuk

Ketiga istlilah itu sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Rekonsiliasi (Inggris: reconciliation) berarti 'proses merestorasi atau memulihkan suatu keadaan agar menjadi seperti keadaan semula. Yang dipulihkan ialah 'keadaan yang telah berubah dari keadaan semula itu'. Misalnya, karena keadaan kacau, dilakukan rekonsiliasi, hasilnya ialah keadaan tertib kembali. Makna rekonsiliasi bertalian dengan konsiliasi (Inggris: conciliation) yang berarti 'usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan untuk menyelesaikan perselisihan'. Istilah islah berasal dari bahasa Arab اصلاح, yang berarti 'perdamaian'. Mula-mula islah digunakan di lingkungan umat Islam, yaitu ketika dua kelompok yang bertikai segera berislah atau berdamai'. Kini istilah itu sudah menjadi kata umum dalam kehidupan sehari-hari. Istilah rujuk lebih menyiratkan makna bahwa apa-apa yang akan disatukan itu sudah dalam keadaan bercerai. Istilah yang diserap dari bahasa Arab itu berarti 'kembali'. Semula rujuk digunakan di dalam hukum perkawinan Islam untuk menyatakan konsep 'menyatukan kembali suami istri yang telah dipisahkan oleh talak'. Pemakaian istilah rujuk itu kini meluas, misalnya untuk melambangkan konsep menyatukan kembali dua pihak yang telah berpisah akibat bertikai atau berselisih. Di dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sekarang muncul istilah rujuk nasional, untuk menyatakan konsep 'menyatukan kembali pihak-pihak yang telah berpisah atau terpisahkan ke dalam wadah nasional yang satu, Indonesia'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Sinonim

Setiap kata yang dapat dikelompokkan dengan kata lain berdasarkan makna umum disebut kata bersinonim. Kata-kata itu mengadung arti pusat yang sama (denotasi), tetapi berbeda dalam nilai rasa (konotasi). Adapun makna denotasi bersifat umum, harfiah, atau netral. Makna konotasi mengandung emosi atau timbangan rasa yang bertalian dengan latar dan suasana hati. Maknanya bersifat khusu, spesifik. Penguasaan kata bersinonim, selain dapat menolong kita untuk menyampaikan gagasan umum, juga membantu kita untuk membuat perbedaan yang tajam dan tepat makna setiap kata. Misalnya, kata memandang, menatap, mengintip, melirik, melotot, mengerling, dan mengeker sama-sama berasal dari makna denotasi yang sama, yaitu 'melihat', tetapi berbeda makna konotasinya. Demikian juga, kata meninggal (dunia), berpulang ke rahmatullah, gugur, dan tewas, makna denotasi setiap kata itu sama, yaitu 'mati', tetapi makna konotasinya berlainan. Tentu tidak gampang membedakan makna konotasi setiap kata yang bersinonim. Untuk itu, perlu diperhatikan kesamaan kelas katanya (adjektiva, nomina, verba) dan pengalaman kita terhadap pemakaian setiap kata itu. Faktor itulah yang memberikan makna tambahan terhadap denotasinya. Penutur bahasa yang baik tentu dapat membedakan makna yang terkandung dalam kata melatih, menatar, menyuluh, dan mendidik. Makna konotasi setiap kata itu berbeda, tetapi makna denotasinya serupa: 'mengajar'. Kata mendidik, misalnya, menyiratkan makna 'kasih sayang', sabar, 'hubungan yang akrab', selain 'menanamkan moral dan ilmu pengetahuan', sedang melatih mengesankan 'memberikan pengetahuan keterampilan tentang sesuatu'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Voucher

Istilah voucer (Inggris: voucher) berarti 'bon', 'tanda utang/penerimaan', 'surat bukti'. Dalam bahasa Belanda, istilah itu berarti 'bon yang bernilai', 'bukti tertulis dalam bentuk potongan kertas'. Istilah cash voucher berarti 'tanda bukti (kuitansi/kartu/kupon) pembayaran tunai', sedangkan gift voucher 'kupon barang berhadiah'. Dalam bahasa Indonesia, voucer digunakan di berbagai bidang, seperti bidang bisnis dan manajemen atau bidang telekomunikasi. Tentu saja makna voucer pada kedua bidang itu berbeda dengan yang terdapat di bidang telekomunikasi.
  1. Anda akan mendapatkan voucer senilai Rp 300.000,00 jika membeli barang elektronik seharga minimal Rp 3.000.000,00.
  2. Karena kartu telepon seluler Anda sudah habis masa berlakunya, Anda harus membeli voucer isi ulang.
Voucer senilai Rp 300.000,00 pada kalimat (1) bermakna 'kupon sebagai pengganti uang' dan pada kalimat (2) voucer bermakna 'kartu untuk mendapatkan jasa atau layanan isi ulang pulsa telepon seluler'. 
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Serikat

Serikat pada negara serikat dapat dipadankan dengan united atau federation (Inggris), seperti pada united states 'negara serikat'. Negara serikat adalah negara yang terdiri atas negara-negara bagian yang memiliki pemerintahan sendiri, tetapi kedaulatan ke luar dipegang oleh pemerintah pusat. Makna serikat seperti pada Serikat Pekerja Seluruh Indonesia berarti 'persatuan, perhimpunan, gabungan, perkumpulan' yang menjalankan peniagaan dan sebagainya untuk kegunaan atau keperluan bersama. Jadi, serikat pekerja adalah perkumpulan para pekerja seluruh Indonesia yang menggerakkan upaya tertentu untuk mencapai keperluan bersama, misalnya upaya untuk mencapai kesejahteraan pekerja. Kata serikat memiliki bentuk turunan, antara lain perserikatan, seperti pada contoh berikut. Perserikatan Bangsa Bangsa, dan berserikat seperti Para pedagang itu kini tidak lagi berdagang sendiri-sendiri, tetapi mereka telah berserikat di dalam satu organisasi. Perserikatan berarti 'perkumpulan', 'persekutuan', atau 'persatuan'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Otonomi, Otoriter, dan Rekonsiliasi

Kata otonomi merupakan bentuk serapan, melalui penyesuaian ejaan, tanpa mengabaikan lafal, dari kata bahasa Belanda autonomie dengan pengertian 'pemerintah sendiri'. Jika dipasangkan dengan kata daerah, terbentuklah istilah baru otonomi daerah. Gabungan kata otonomi daerah menyiratkan makna 'hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku'. Otoriter berarti 'berkuasa sendiri atau sewenang-wenang dengan tidak mengindahkan hak orang lain. Rekonsiliasi adalah 'perbuatan memulihkan pada keadaan semula atau perbuatan memperbarui seperti semua'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Rekayasa

Dalam bahasa Inggris terdapat istilah technical engineering. Di dalam bahasa Indonesia konsep istilah itu dipadankan dengan istilah rekayasa teknik. Kata rekayasa dalam konteks itu bermakna 'hasil pekerjaan, perbuatan, atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah keilmuan". Beranalogi dengan rekayasa teknik itu, pengguna bahasa Indonesia membentuk istilah baru sebagai berikut. Rekayasa bentuk, yaitu 'hasil pekerjaan, perbuatan, atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah teknologi bangun. Rekayasa hukum, yaitu 'hasil pekerjaan, perbuatan atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah ilmu hukum'. Rekayasa tani, yaitu 'hasil pekerjaan, perbuatan, atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah ilmu bidang pertanian'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Komunike, Amandemen, Referendum, dan Federal

Permasalahan
Pada akhir Orde Baru dan masa awal era reformasi di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, sering digunakan kata-kata yang tampak baru, seperti komunike, amendemen, referedum, dan federal. Sebenarnya, kata-kata itu bukan kata baru karena di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sudah ada. Kata-kata itu, harus dicermati penggunaanya agar sesuai dengan maknanya.
Penjelasan
Komunike diserap dari bahasa Inggris "communique" dengan proses penyesuaian ejaan. Kata itu bermakna 'pengumuman atau pemberitahuan secara resmi dari pemerintah (di surat kabar), biasanya sesudah selesai pertemuan diplomatik atau sesudah selesai kegiatan militer'. Berdasarkan perkembangan pemakaiannya, kata komunike juga digunakan oleh para tokoh partai atau kelompok politisi, yang bukan bagian dari pemerintah. Perhatikan contoh kalimat berikut.
Kelompok oposisi itu telah mengeluarkan komunike bersama yang berisi sepuluh tuntutan terhadap negara.
Dalam hal itu, komunike berarti 'pemberitahuan resmi dari kelompok oposisi yang telah menjalin kesepakatan bersama'.
Amendemen diserap dari bahasa Inggris "amendement". Kata itu dituliskan amendemen, bukan amandemen. Amendemen berarti (1) 'usul perubahan rancangan undang-undang yang dibicarakan dalam dewan perwakilan rakyat' dan (2) 'penambahan pada bagian yang sudah ada'. Arti yang pertama yang sering digunakan, seperti pada contoh kalimat berikut.
Amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi ini bukanlah hal yang tabu.
Referendum diserap dari bahasa Inggris "referendum" tanpa perubahan penulisannya. Referendum berarti 'penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka menentukannya (tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen); penyerahan suatu persoalan supaya diputuskan melalui pemungutan suara umum (semua anggota perkumpulan atau segenap rakyat)'. Perhatikan contoh kalimat berikut.
Sudah dilakukan referendum di Timor Timur, hasilnya sangat mengejutkan masyarakat Indonesia.
Federal diserap dari bahasa Inggris "federal" tanpa perubahan. Federal berarti 'bersifat federasi', atau 'berpemerintahan sipil, yaitu beberapa negara bagian membentuk kesatuan dan setiap negara bagian memiliki kebebasan untuk mengurus persoalan di dalam negerinya. Federal dibedakan dengan federasi karena federasi berarti 'gabungan beberapa negara bagian yang dikoordinasi oleh pemerintah pusat yang mengurus kepentingan nasional seluruhnya (seperti keuangan, urusan luar negeri, dan pertahanan)'. Kelompok kata yang lazim adalah negara federal, bukan negara federasi. Perhatikan kalimat berikut.
Salah satu tokoh di Indonesia ingin membentuk negara federal.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Senat

Senat (bahasa Inggris: "senate") adalah badan atau perwakilan yang memiliki pertimbangan mendalam dan memiliki fungsi legistatif.
  • Senat mahasiswa adalah badan yang terdiri atas wakil mahasiswa di sebuah universitas yang memiliki pertimbangan yang mendalam atas langkah kebijakan kemahasiswaan.
  • Senat fakultas adalah badan legislatif tertinggi di fakultas yang terdiri atas dekan, pembantu dekan, dan wakil pengajar yang ditunjuk sebagai anggota yang memiliki kewenangan tertinggi di tingkat fakultas serta memiliki pertimbangan yang mendalam atas langkah kebijakan fakultas demi menjaga aturan dan standar mutu akademis.
  • Senat guru besar adalah lembaga legislatif tertinggi di universitas yang terdiri atas guru besar yang memiliki kewenangan tertinggi di tingkat perguruan tinggi serta memiliki pertimbangan yang mendalam atas langkah kebijakan akademis demi menjaga aturan dan standar mutu akademis.
  • Senat Amerika Serikat adalah lembaga kekuasaan tertinggi di Amerika Serikat yang terdiri atas wakil-wakil rakyat Amerika Serikat yang berfungsi sebagai badan legislatif. Di Indonesia, badan yang serupa dengan senat AS itu adalah Dewan Perwakilan Rakyat atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  • http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Demikian, Sebagai Berikut, Di Bawah Ini

Adzan Maghrib

Permasalahan
Tulisan adzan maghrib sering digunakan pada media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Informasi tentang saatnya salat magrib, bagi penganut agama Islam, pada media televisi sering dibarengi suara azan magrib, yang ditulis dengan ejaan adzan maghrib atau azan magrib. Tampilan kedua bentuk tulisan yang berbeda untuk satu kata yang sama itu dapat menimbulkan pertanyaan bagi para pemakai bahasa, yaitu bentuk tulisan manakah yang tepat dari kedua bentuk tulisan yang ditayangkan pada televisi itu.
Penjelasan
Kata azan dan magrib adalah kata serapan dari bahasa Arab. Kedua kata itu sudah lazim digunakan di dalam kegiatan berbahasa sehari-hari. Kata serapan itu harus tunduk pada kaidah penulisan kata serapan seperti yang diatur di dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Menurut aturan yang berlaku, dalam bahasa Indonesia terdapat gabungan huruf yang melambangkan satu konsonan, yaitu <kh>, <sy>, <ng>, dan <ny>, seperti pada kata khusus, syarat, ngilu, dan nyeri. Konsonan <dz> dan <gh> tidak terdapat pada sistem ejaan bahasa Indonesia. Lalu, bagaimana mengeja kata Arab yang mengandung huruf zal ( ذ ) dan gain ( غ ) seperti pada kata azan dan magrib?
Di dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang berasal dari bahasa Arab yang mengandung huruf zal dan gain seperti di bawah ini.
        {{wikt|zat}} – zat      ( ذات ) {{wikt|gaib}} – gaib    (غائب  )
        {{wikt|zikir}} – zikir  (  ذكر) {{wikt|gairah}} – gairah( غيرة )
        {{wikt|uzur}} – uzur    (عذر )  {{wikt|logat}} – lugat  ( لغة )
Di dalam kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, huruf zal ( ذ ) dari bahasa Arab menjadi z di dalam bahasa Indonesia dan huruf gain (غ ) menjadi g. Jadi, ejaan yang betul untuk kedua kata serapan Arab tersebut ialah azan dan magrib.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Melengkapi Kekurangan

Permasalahan
Orang sering menganggap bahwa kalimat yang strukturnya lengkap sudah merupakan kalimat yang benar. Anggapan itu memang ada benarnya sebab salah satu syarat kalimat yang benar memang strukturnya harus lengkap, misalnya ada subjek dan predikat (SP) atau subjek, predikat, dan objek (SPO). Unsur penting yang sering kurang diperhatikan adalah pernalaran. Akibatnya, sering ditemukan kalimat sebagai berikut.
  1. Laporan ini terutama ditujukan untuk melengkapi kekurangan laporan pada semester yang lalu. Oleh karena itu, laporan ini hanya berisi teknis pelaksanaan kegiatan.
Penjelasan
Pada kalimat di atas terdapat kesalahan pernalaran. Perhatikan makna bagian kalimat melengkapi kekurangan laporan semester yang lalu. Kita dapat bertanya "Apakah yang menjadi lengkap dengan hadirnya laporan itu?" Jawabnya, yang menjadi lengkap tentulah kekurangan. Artinya, kekurangan yang ada akan bertambah lengkap. Padahal, yang dimaksudkan oleh penulis laporan itu ialah bahwa laporan itu untuk melengkapi laporan semester yang lalu sehingga kekurangan pada laporan itu dapat teratasi atau kekurangan pada laporan itu akan menjadi tinggal sedikit. Oleh karena itu, kalimat (1) itu dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
  1. Laporan ini terutama dimaksudkan untuk melengkapi materi laporan pada semester yang lalu. Oleh karena itu, laporan ini hanya berisi teknis pelaksanaan kegiatan.
  2. Laporan ini terutama dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan laporan pada semester yang lalu. Oleh karena itu, laporan ini hanya berisi teknis pelaksanaan kegiatan.
Kesalahan lain terdapat pada contoh berikut.
  1. Dokter di rumah sakit ini selalu berusaha keras menyembuhkan penyakit pasiennya.
  2. Ternyata Joko tidak saja dapat mengejar ketinggalannya, tetapi juga dapat memimpin pertandingan.
Pada contoh (1) di atas terdapat kesalahan karena yang akan disembuhkan ialah penyakit pasien, bukan pasien. Penyembuhan itu dilakukan dengan cara membasmi penyakit. Pada contoh (2) yang dikejar oleh Joko adalah nilai lawannya, bukan selisih nilai tertinggal antara Joko dan lawannya. Dengan demikian, kedua kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut.
  1. Dokter di rumah sakit itu selalu berusaha keras menyembuhkan pasiennya.
  2. Dokter di rumah sakit itu selalu berusaha keras membasmi penyakit pasiennya.
  3. Ternyata Joko tidak saja dapat mengejar nilai lawan(nya), tetapi juga sekarang dapat memimpin pertandingan.
  4. Ternyata Joko tidak saja dapat mengejar kemajuan lawannya, tetapi juga dapat memimpin pertandingan.
  5. Penduduk desa berbaris dengan tertib di tepi jalan menunggu iring-iringan jenazah Pak Sumo, warga desa mereka yang malang.
  6. Larutan ini dapat menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat, dan bibir pecah-pecah.
Pada kalimat (5) di atas terdapat informasi yang tidak masuk akal, yaitu iring-iringan jenazah Pak Sumo. Bukankah iring-iringan jenazah berarti jenazah yang berjalan beriring-iringan? Arti pernyataan itu tidak masuk akal karena jenazah tidak dapat berjalan. Biasanya, yang beriringan itu ialah orang-orang yang mengantar usungan jenazah menuju kepemakaman. Oleh karena itu, kalimat (5) dapat diperbaiki sebagai berikut.
Pendudukan desa berbaris dengan tertib di tepi jalan menunggu iring-iringan pengantar jenazah Pak Sumo, warga desa yang malang.
Pada kalimat (6) seharusnya yang akan dihilangkan ialah sariawan dan panas dalam, sedang hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah tentu harus disembuhkan, bukan dihilangkan. Lihat perbaikan berikut.
Larutan itu dapat menghilang sariawan dan panas dalam serta dapat menyembuhkan hidung tersumbat dan bibit pecah-pecah. 
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Yang Paling Terkenal

Permasalahan
Apabila kita perhatikan pemakaian bahasa sehari-hari, sering kita mendengar ungkapan paling terkenal di Indonesia. Beberapa orang mempertanyakan pemakaian frasa yang berbunyi paling terkenal itu. Pertanyaan yang mereka kemukakan adalah apakah pemakaian kata paling yang diikuti oleh kata yang berawalan ter- itu tidak berlebihan. Orang yang mempertanyakan pemakian frasa paling terkenal itu beranggapan bahwa awalan ter- pada kata terkenal berarti 'paling'. Akibatnya, pemakaian frasa paling terkenal diartikan 'paling paling kenal'.
Penjelasan
Anggapan tersebut tidak benar. Salah satu arti awalan ter- memang 'paling', tetapi arti itu berlaku kalau awalan ter- melekat pada kata sifat, seperti cantik, pandai, dan tinggi. Jadi, kata tercantik, terpandai, dan tertinggi berarti 'paling cantik', 'paling pandai', dan 'paling tinggi'. Arti awalan ter- yang lain adalah 'tidak sengaja' atau 'tiba-tiba'. Contohnya adalah terjatuh, tersenggol, terbangun, dan teringat. Kata-kata itu berarti 'tidak sengaja jatuh', 'tidak sengaja menyenggol', 'tiba-tiba bangun', dan 'tiba-tiba ingat'.
Di samping kedua arti di atas, awalan ter- masih mempunyai dua arti lagi, yaitu 'dapat di-' dan 'telah dilakukan' atau 'dalam keadaan'. Kata terkira dan terangkat adalah contoh kata berawalan ter- yang berarti 'dapat di-'. Jadi, kata terkira dan terangkat itu berarti 'dapat dikira' dan 'dapat diangkat'. Contoh awalan ter- yang berarti 'telah dilakukan' atau 'dalam keadaan' terdapat pada kata terbuka dan tergeletak. Terbuka berarti 'telah dibuka', 'dalam keadaan dibuka' dan tergeletak berarti 'dalam keadaan menggeletak'.
Perlu diingat pula bahwa untuk dapat mengetahui arti awalan ter- secara tepat, kita harus memperhatikan konteksnya. Cobalah kita simak kalimat berikut.
  1. Benda itu terangkat pada saat pemulung mengambil barang bekas di sungat.
  2. Hingga kemarin sore mobil yang terperosok ke kali itu tetap tidak terangkat walaupun telah diderek dengan menggunakan mobil derek.
Kata terangkat pada kalimat (1) itu berarti 'tidak sengaja diangkat', sedangkan tidak terangkat pada kalimat (2) berarti 'tidak dapat diangkat'. Jadi, kata terangkat pada kedua kalimat tadi berbeda artinya.
Sekarang kita kembali pada frasa paling terkenal itu. Pemakaian itu tidak berlebihan karena awalan ter- pada kata terkenal tersebut berarti 'dalam keadaan di-' seperti halnya awalan ter- pada kata termasyhur. Frasa paling terkenal berarti 'paling dikenal'. Jadi, ungkapan yang berbunyi paling terkenal di Indonesia di atas tidak berlebihan.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Utang dan Hutang

Permasalahan
Kalau kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia, akan kita temukan kata hutang yang dirujukkan pada kata utang. Kata hutang tidak diberi makna, yang diberi makna hanyalah utang. Demikian juga, himbau dan hisap dirujuk pada imbau dan isap. Itu berarti bahwa kata utang, isap, dan imbau lebih diutamakan pemakaiannya.
Penjelasan
Pada umumnya ungkapan yang dikenakan masyarakat, seperti utang piutang, utang nyawa, utang budi, dan utang emas boleh dibayar, tetapi utang budi dibawa mati, diturunkan dari kata utang, bukan hutang. Lagi pula, di dalam kamus Malay-English Dictionary terbitan tahun 1959 oleh Wilkinson atau Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerdawarminta terbitan tahun 1951 tertulis utang, bukan hutang. Itu berarti bahwa bentuk utang itu sudah lama digunakan orang.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Tidak Bergeming dan Acuh

Permasalahan
Ungkapan pernyataan tidak bergeming sering digunakan seperti pada kalimat berikut.
Politikus itu tetap tidak bergeming pada pendirian yang diyakininya.
Benarkah pemakaian ungkapan pernyataan di dalam kalimat itu?
Penjelasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bergeming berarti 'diam saja atau tidak bergerak sedikit pun'. Kata bergeming yang dikaitkan dengan pendirian berarti 'tidak berubah'. Ungkapan pernyataan tidak bergeming berarti 'tidak tidak berubah' atau 'berubah'. Atas dasar makna kata itu, penggunaan ungkapan pernyataan tidak bergeming dalam kalimat tersebut tidak tepat. Pernyataan yang benar adalah sebagai berikut.
Politikus itu tetap bergeming pada pendirian yang diyakininya.
Kesalahan serupa terjadi pula pada pemakaian kata acuh seperti yang terlihat pada kalimat berikut.
Selama ini sikapnya acuh saja terhadap lingkungannya.
Jika kita lihat makna kata acuh itu di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertiannya sama dengan 'peduli'. Selain dibentuk menjadi mengacuhkan, kata acuh juga dipakai dalam bentuk acuh tak acuh dengan arti 'tidak peduli'.
Selain bentuk acuh tak acuh, muncul pada pemakaian kata acuh dengan pengertian yang sama. Sebagai akibatnya, banyak orang yang beranggapan bahwa kata acuh berarti 'tidak peduli' seperti pada kalimat contoh itu, yang seharusnya digunakan acuh tak acuh sehingga kalimatnya menjadi
Selama ini sikapnya acuh tak acuh saja terhadap lingkungannya.
Kata mengacuhkan berarti 'memedulikan atau mengindahkan'. Oleh karena itu, pemakaian kata mengacuhkan pada kalimat berikut tidak tepat.
Kesemrawutan lalu lintas itu terjadi karena banyak pemakai jalan yang mengacuhkan rambu-rambu lalu lintas yang ada.
Pada kalimat itu seharusnya digunakan tidak mengacuhkan.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2


Seribuan dan Ribuan

Permasalahan
Dalam mata uang rupiah terdapat nilai mata uang satu ribuan. Satuan mata uang tersebut disebut seribu atau 1000 rupiah. Sejumlah uang, misalnya senilai dua ratus ribu rupiah, yang terdiri atas mata uang yang nilainya seribu rupiah berarti uang tersebut terdiri atas mata uang seribuan sebanyak 200 lembar.
Penjelasan
Kata seribuan tidak dapat disamakan artinya dengan kata ribuan. Kata ribuan mengandung makna 'beribu-ribu' dan dapat saja terdiri atas berjenis-jenis nilai mata uang rupiah, misalnya ada yang nilainya lima ratusan, seribuan, sepuluh ribuan, dan seratus ribuan. Perhatikan kata ribuan dalam kalimat berikut.
Kekayaanya tidak hanya ribuan, tetapi jutaan, bahkan miliaran.
Kata ribuan dalam kalimat contoh itu tidak dapat diganti dengan kata seribuan. Kata seribuan jika dikenakan pada angka tahun, misalnya tahun seribuan atau tahun 1000-an, menunjukkan makna 'sekitar tahun seribu ke atas' atau 'di antara tahun 1000 dan 2000'. Di dalam konteks itu kedudukan kata seribuan tidak dapat digantikan kedudukannya oleh kata ribuan.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Sabuk Keselamatan atau Sabuk Pengaman

Kampanye tentang keselamatan bagi pengemudi mobil amat giat dilancarkan. Salah satu bentuknya berupa ajakan agar para pengemudi menggunakan sabuk ketika berkendaraan. Ajakan itu, antara lain, dituliskan pada kain rentang yang dipasang di berbagai tempat ramai agar segera terlihat orang banyak. Salah satu di antaranya seperti berikut.
Anda ingin selamat? Gunakanlah sabuk keselamatan!
Kalimat itu seakan-akan menyiratkan bahwa sabuk keselamatan dapat menjamin keselamatan pemakainya. Pada contoh itu penggunaan istilah sabuk keselamatan tidak tepat. Tempat duduk di pesawat terbang juga dilengkapi sabuk seperti itu, tetapi sabuk itu disebut sabuk pengaman, seperti tertera pada pengumuman berikut.
Kenakan sabuk pengaman dan berhentilah merokok.
Berbeda halnya dengan ungkapan utamakan keselamatan yang dapat dipadankan dengan ungkapan asing (bahasa Inggris) "safety first". Ungkapan utamakan keselamatan biasa dipampangkan atau dipajang di gedung-gedung atau bangunan yang sedang dikerjakan. Hal itu dimaksudkan untuk mengingatkan para pekerja agar berhati-hati jangan sampai bangunan itu mengancam jiwa mereka. Dalam konteks seperti itu, kita masih dapat mempertahankan bentuk utamakan keselamatan, bukan utamakan keamanan.
Seorang pengemudi yang mengenakan sabuk keselamatan belum tentu selamat apabila terjadi kecelakaan. Bahkan, sabuk keselamatan itu dapat tercabik-cabik dan hancur berantakan. Oleh karena itu, istilah sabuk keselamatan perlu dipertimbangkan. Sabuk keselamatan hanya mengamankan pemakainya, tidak menjamin pemakainya pasti selamat.
Istilah sabuk pengaman sejalan dengan satuan pengaman (satpam), jaring pengaman, helm pengaman, kursi pengaman (bagi pilot), dan kunci pengaman (biasanya dipasang pada kemudi mobil atau kemudi motor).
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2


Betapa atau Bagaimana

Permasalahan
Dalam suatu pertemuan yang, antara lain, membahas pentingnya pemimpin menunjukkan keteladanan, seorang pembicara mengatakan sebagai berikut.
Betapa seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan ketelandan.
Tepatkah pemakaian kata betapa pada kalimat itu?
Penjelasan
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menelusuri apa sebenarnya yang akan disampaikan lewat kalimat itu.
Tampaknya konsep yang akan disampaikan ialah 'bagaimana mungkin' atau 'tidak mungkin' seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan sikap keteladanan. Akan tetapi, konsep itu tidak tersampaikan dengan baik karena pembicara salah memilih kata. Kata betapa tidak semakna dengan 'bagaimana mungkin' ataupun 'tidak mungkin'. Kata betapa berarti (1) 'sungguh'; 'alangkah'; kata seru penanda rasa heran, kagum, sedih, dsb.; (2) 'meski bagaimanapun'; (3) 'sebagaimana', 'seperti'. Semua makna itu ternyata tidak tepat untuk mengungkapkan makna 'mana mungkin', 'bagaimana mungkin', atau 'tidak mungkin'. Dengan demikian, kalimat itu dapat diperbaiki sebagai berikut.
  1. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan keteladanan.
  2. Tidak mungkin seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan keteladanan.
  3. Bagaimana seorang pemimpin akan mungkin dihargai jika ia tidak menunjukkan keteladanan.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

 

Mengapa Realestat dan Estat

Permasalahan
Beberapa nama permukiman baru, seperti "Taman Cipulir Estate" dan "Permata Bekasi Real Estate" diganti menjadi "Estat Taman Cipulir" dan "Realestat Permata Bekasi". Tepatkah penggantian itu?
Penjelasan
"Real estate" dan "estate" berasal dari bahasa Inggris dan termasuk istilah bidang properti. Dalam bahasa asalnya, "real estate" merupakan kata majemuk, yang berarti 'harta tak bergerak yang berupa tanah, sumber alam, dan bangunan'. Istilah "real estate" dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi lahan yasan. Lahan berarti 'tanah garapan', sedangkan yasan dalam bahasa Indonesia (yang diserap dari bahasa Jawa) berarti 'sesuatu yang dibuat atau didirikan'. Penerjemahan itu dilakukan berdasarkan konsep makna istilah yang dikandungnya, bukan berdasarkan makna kata demi kata.
Contoh penerjemahan serupa terjadi pada kata supermarket yang dipadankan dengan pasar swalayan. Sementara itu, kata "estate" dapat diterjemahkan menjadi bumi, bentala, atau kawasan. Kata mana yang hendak dipilih ditentukan oleh konteks penggunaan kata itu. Untuk mengindonesiakan istilah bahasa Inggris "industrial estate", kita dapat memilih kawasan industri. Untuk nama perumahan, kita dapat melakukan pilihan secara lebih leluasa.
Harus diakui bahwa pemadanan kata "real estate" itu dilakukan setelah kata itu banyak digunakan, termasuk padanan kata untuk nama kawasan. Sebagai akibatnya, orang sempat berpikir bahwa kata itu tidak mempunyai padanan.
Hal yang lazim terjadi adalah bahwa kata asing yang tidak berpadanan itu diserap dengan penyesuaian ejaan dan lafal, seperti "accurate", "chocolate", "conglomerate", dan "dictate" yang masing-masing menjadi akurat, cokelat, konglomerat, dan diktat. Itu sebabnya orang mengindonesiakan "real estate" menjadi realestat. Bentuk kata yang teakhir itulah yang kemudian dipilih oleh para pengusahan di bidang pembangunan rumah tinggal walaupun kata lahan yasan memilikii makna konsep yang sama.
Lalu, bagaimana pelafalannya? Lafal realestat sama dengan lafal suku kata yang serupa pada kata akurat, cokelat, konglomerat, dan diktat, tidak dilafalkan [akuret], [cokelet], [konglomeret], dan [diktet]. Persoalan selanjutnya ialah mengapa realestat ditulis satu kata. Kata itu diperlakukan sebagai satu kata karena kita tidak mempertahankan makna unsur-unsurnya. Contoh serapan yang demikian adalah kudeta dari "coup d'etat", dan prodeo dari "pro deo".
Jika kata realestat itu digunakan untuk nama permukiman, susunan katanya perlu diperhatikan agar sesuai dengang kaidah bahasa Indonesia. Misalnya: "Realestat Cempaka", bukan "Cempaka Realestat". Akan tetapi, jika ternyata kita mempunyai kata Indonesia untuk konsep istilah asing tertentu, mengapa kita tidak memilih dan menggunakan istilah Indonesia dengan rasa bangga. Bukankah penggunaan kata nama berikut juga indah? Misalnya, "Bumi Kencana Indah", "Bentala Sekar Melati", "Pondok Mitra Lestari", dan "Puri Kembangan".
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Korban dan Kurban

Permasalahan
Setiap kali menyambut Idul Adha, kita sering menemukan sebuah kata yang ditulis dengan ejaan yang berbeda. Ada yang menuliskan kurban, ada pula yang menuliskan korban. Di dalam sebuah kolom pada sebuah media massa cetak ditemukan kalimat berikut.
  • Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.
Kata kurban itu, dengan pengertian yang sama, pada kolom lain ditulis dengan korban, seperti terlihat pada kalimat berikut.
  • Daging korban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.
Selain itu, terdapat pula penggunaan kata korban, dengan pengertian yang sama, yang ditulis dengan ejaan yang berbeda, seperti yang terlihat pada contoh berikut.
  • Jumlah korban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.
  • Jumlah kurban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.
Pertanyaan yang muncul, apakah penulisan kata yang sama maknanya perlu dituliskan dengan ejaan yang berbeda?
Penjelasan
Dalam hal itu, tentu saja penulisaanya tidak perlu dibedakan. Akan tetapi, jika di antara dua kata yang maknanya berbeda, seperti pada contoh kalimat pertama dan ketiga, penulisan kedua kata itu perlu dibedakan demi kecermatan dalam penggunaannya.
Kata kurban dan korban sebenarnya berasal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu "qurban" ( قربان ). Dalam perkembangannya, "qurban" diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna. Pengertian yang pertama ialah 'persembahan kepada Tuhan (seperti kambing, sapi, dan unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji)' atau 'pemberian untuk menyatakan kesetiaan atau kebaktian', sedangkan makna yang kedua adalah 'orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya'. Kata "qurban" dengan pengertian yang pertama dieja menjadi kurban (dengan <u>, sedangkan untuk pengertian yang kedua, dieja menjadi korban (dengan <o>).
Berdasarkan uraian tersebut, pemakaian kata kurban dan korban dalam topik tulisan ini dapat kita cermatkan menjadi Kambing kurban dan Korban lalu lintas. Berikut disajikan contoh yang benar pemakaian kedua kata itu di dalam kalimat.
  1. Menjelang Lebaran Haji harga ternak kurban naik.
  2. Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.
  3. Sebagai pejuang, mereka rela berkorban demi tercapainya cita-cita bangsa.
  4. Sebagian besar korban kecelakaan itu dapat diselamatkan.
  5. Jumlah korban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.
Selain kedua kata tersebut, di dalam bahasa Indonesia terdapat pula beberapa kata serapan lain yang mengalami perkembangan makna, seperti kata kurban dan korban, sehingga memerlukan perbedaan di dalam penulisannya dan kecermatan penggunaannya di dalam kalimat. Misalnya, berkah dan berkat, rida dan rela, serta fardu dan perlu. Perbedaan itu dapat dilihat pada kalimat berikut.
  1. Orang Islam percaya bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah.
  2. Berkat ketekunannya, ia berhasil mencapai hasil yang baik.
  3. Orang Islam berpuasa untuk mendapatkan rida Allah.
  4. Banyak orang yang rela berkorban demi orang yang dicintainya.
  5. Salat fardu, bagi orang Islam yang tidak berhalangan, tidak boleh ditinggalkan.
  6. Untuk menyelesaikan pekerjaan besar itu, kita perlu melakukan kerja sama.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Komplikasi

Permasalahan
Kita sering mendengar bahwa seseorang dirawat karena menderita penyakit yang komplikasi. Kata komplikasi (bahasa Inggris: "complication") berarti 'kumpulan situasi' atau 'kumpulan detail karakter bagian utama alur cerita'.
Penjelasan
Di bidang kedokteran, komplikasi diartikan penyakit sekunder yang merupakan perkembangan dari penyakit primer' atau 'kondisi sekunder yang merupakan perkembangan dari kondisi primer', mislnya penyakit primer A berkembang menjadi penyakit sekunder B dan C. Kedua penyakit yang terakhir itu disebut komplikasi. Kompilaksi juga dapat berupa 'kumpulan faktor atau kumpulan isu yang sering tidak diharapkan, yang dapat mengubah rencana, metode, atau sikap. Contoh :
  • Komplikasi penyebab kerusuhan itu mengakibatkan rencana penyelesiannya sering menemui jalan buntu.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Pengangguran dan Penganggur

Permasalahan
Di dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari, banyak orang mengartikan bentuk kata pengangguran dengan makna 'orang yang menganggur' atau 'orang yang tidak mempunyai pekerjaan'. Benarkah demikian?
Penjelasan
Menurut kaidah pembentukan kata, seharusnya bentuk pengangguran diartikan 'proses, perbuatan, atau cara menganggur' atau 'hal menganggur'. Perhatikanlah urutan pembentukan kata berikut.
tulis        -> menulis                 -> penulis         -> penulisan       -> tulisan 
(kata dasar) -> (verba aktif transitif) -> (nomina pelaku) -> (nomina proses) -> (nomina hasil)
Jika dibandingkan, bentuk pengangguran berada pada tataran 'proses', bukan pada tataran 'orang yang'. Perhatikan paradigmanya berikut ini.
anggur       -> menganggur              -> penganggur      -> pengangguran
(kata dasar) -> (verba aktif transitif) -> (nomina pelaku) -> (nomina proses)
Marilah kita mencermatkan penggunaan, seperti bentuk kata pengangguran untuk menyatakan 'keadaan menganggur' dan bentuk kata penganggur untuk menyatakan 'orang yang menganggur'.
Berdasarkan urutan pembentukan kata itu, kita dapat meluruskan beberapa bentuk kata yang selama ini digunakan dengan tidak cermat sebagai berikut.
  1. pelanggan 'orang yang membeli (menggunakan) barang secara tetap'
  2. langganan 'tempat berlagganan'
  3. pengecer 'orang yang menjual barang dagangan secara eceran '
  4. eceran 'ketengan (tentang penjualan atau pembelian barang dagangan)'
  5. pengasong 'pedagang barang asongan yang menjajakan barang dagangannya agar dibeli'
  6. asongan 'barang dagangan yang disodorkan atau diperlihatkan kepada orang lain dengan harapan agar dibeli'
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Yang Terhormat dan Yang Saya Hormati

Permasalahan
Pada awal sebuah pidato, orang sering menggunakan ungkapan yang terhormat, bahkan tidak jarang pula menggunakan ungkapan yang saya hormati. Kandungan makna kedua ungkapan itu berbeda.
Penjelasan
Imbuhan ter- pada ungkapan Yang terhormat menunjukkan makna 'paling'. Yang terhormat berarti 'yang paling dihormati', 'yang paling mulia'. Ungkapan itu ditujukan pada orang yang paling dihormati atau yang paling mulia dalam forum itu. Berbeda dengan ungkapan yang saya hormati ('yang saya beri hormat'), pada ungkapan itu saya yang memberikan penghormatan. Dalam hal itu, kedua ungkapan pernyataan tersebut dapat digunakan sesuai dengan keperluannya.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Elit atau Elite

Permasalahan
Banyak orang mengatakan, baik para politisi, penyair, pejabat maupun masyarakat umum menggunakan kata elite di dalam berbagai kesempatan, tetapi pengucapan kata tersebut beragam. Ada yang mengucapkan /elit/ dan ada pula /elite/. Dari kedua cara pengucapan itu, mana yang baku?
Penjelasan
Kata elite berasal dari bahasa Latin /eligere/ yang berarti 'memilih' dalam bahasa Indonesia kata elite berarti 'orang-orang terbaik atau pilihan dalam suatu kelompok' atau 'kelompok kecil orang-orang terpandang atau berderajat tinggi (kaum bangsawan, cendekiawan, dsb.)
Dalam bahasa Latin huruf /e/ pada akhir kata mustinya diucapkan. Oleh karena itu, kata elite harus diucapkan /elite/, bukan /elit/. Begitu juga dengan bonafide harus diucapkan /bonafide/, bukan /bonafid/ atau faksimile harus diucapkan /faksimile/, bukan /faksimil/, /feksimil/ atau /feksemail/.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Suka dan Sering

Permasalahan
Di dalam bahasa cakapan kita sering mendengar orang mengucapkan kata suka alih-alih kata sering, seperi pada kalimat berikut.
  1. Saya suka/sering lupa waktu kalau lagi asyik bekerja.
Penjelasan
Pada kalimat itu, baik suka maupun sering, dapat digunakan bergantian karena dalam bahasa cakapan salah satu makna kata suka ialah 'sering'. Dalam bahasa resmi, pemakaian kedua kata itu harus dibedakan dengan cermat sebab makna keduanya memang berbeda. Pada contoh berikut suka tidak dapat digantikan oleh sering karena sering berarti 'acapkali' atau 'kerapkali'.
  1. Dia adalah teman dalam suka dan duka.
  2. Saya suka akan tindakannya.
  3. Ambiklah kalau Anda suka.
  4. Jarang sekali ada ibu yang tidak suka akan anaknya.
Pada contoh (1) itu kata suka bermakna 'girang', 'riang', atau 'senang'; pada (2) berarti 'senang'; pada (3) berarti 'mau', 'sudi', atau 'setuju'; pada (4) berarti 'sayang'.
Dalam bahasa cakapan sering juga terdengar orang menggunakan kata suka dengan arti 'mudah sekali', seperti pada kalimat berikut.
  1. Pensil ini suka patah ketika diraut.
Suka patah pada kalimat itu dapat berarti 'mudah patah'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Izin atau Ijin

Permasalahan
Di dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari kita sering menemukan tulisan kata tertentu secara berbeda. Ambilah contoh kata izin dan ijin serta asas dan azas. Kita tentu bertanya tulisan mana yang baku di antara keduanya itu.
Penjelasan
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus kembali pada aturan pengindonesiaan kata asing.
Di dalam buku Pedoman Umun Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) dinyatakan bahwa ejaan kata yang berasal dari bahasa asing hanya diubah seperlunya agar ejaannya dalam bahasa Indonesia masih dapat dibandingkan dengan ejaan dalam bahasa asalnya. Kita mengindonesiakan kata bahasa Inggris "frequency" menjadi frekuensi, bukan frekwensi, karena ejaan dalam bahasa asalnya juga tanpa <w>. Memang, semula kita menyerap kata itu dari bahasa Belanda. Namun, sesuai dengan PUEYD, sekarang kita lebih mengacu pada bahasa Inggris yang penggunaannya lebih meluas.
Kata-kata yang dicontohkan pada alenia pertama di atas bukan kata yang berasal dari bahasa Inggris, melainkan kata yang berasal dari bahasa Arab. Untuk dapat mengetahui penulisan kata-kata itu dalam bahasa asalnya, kita harus melihatnya dalam bahasa Arab.
Apabila kita bandingkan antara lafal lambang bunyi bahasa Arab dan lafal lambang bunyi bunyi bahasa Indonesia, kita melihat adanya perbedaan-perbedaan yang cukup besar. Upaya terbaik untuk mengatasi hal itu dalam pengindonesiaan kata bahasa Arab ialah mencarikan lambang bunyi bahasa Indonesia yang paling dekat dengan lafal lambang bunyi serupa dalam bahasa Arab. Atas dasar pertimbangan itu, huruf <zal> ( ذ )
diindonesiakan menjadi <z>, bukan <j>. Di samping itu, huruf <zai> ( ز )
diindonesiakan juga menjadi <z> karena kedua lafal lambang bunyi itu dapat dikatakan sama. Berdasarkan penjelasan itu, penulisan yang benar ialah < izin > (dengan <z>), bukan <ijin> (dengan <j>). Kata itu di dalam bahasa asalnya ditulis dengan <zal> seperti halnya kata zikir dan azan. Perhatikan tulisan ketiga kata berikut ini.
        إذن  -> izin
        ذكر  -> zikir
        أذان -> azan 
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2 

Kabinet dan Dekret

Kata kabinet diserap dari bahasa Inggris "cabinet", yang memiliki banyak makna, yaitu (1) 'dewan pemerintah yang terdiri atas para menteri', (2) 'kantor tempat bekerja presiden dan para menteri'.
Kata kabinet dalam makna yang kedua hampir tidak pernah digunakan di Indonesia karena para menteri berkantor di kementriannya masing-masing. Akan tetapi, kita tahu bahwa ada ruang rapat kabinet. Kabinet juga berarti 'lemari kecil tempat menyimpan surat-surat (dokumen dan sebagainya)', 'laci mesin ketik atau mesin jahit dan sebagainya'. Meja setengah kabinet berarti 'meja yang setengah badannya berbentuk lemari (memiliki ruang dua pintu) digunakan untuk tempat penyimpanan surat dan sebagainya'. Kata bahasa Inggris "filling cabinet" atau lemari penyimpanan ialah 'lemari yang digunakan untuk menyimpan surat-surat atau (kertas) dokumen'.

Dekret atau dekrit

Dekret (bukan dekrit) berarti 'keputusan' atau 'surat ketetapan yang dikeluarkan oleh presiden, raja, atau kepala negara' (biasanya berkaitan dengan keputusan politik. Kata dekret diserap dari "decreten" (Belanda). Dapat dipastikan bahwa dekrit diserap dari bahasa Inggris "decree" karena ejaannya di dalam bahasa Inggris /dekrɪ/.
Sejalan dengan dekret terdapat kata konkret, atmosfer, sistem, eksem, ekstrem, apotek, dan kredit, bukan konkrit, atmosfir', sistim, eksim, ekstrim, apotik, dan kridit.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Kepada dan Terhadap

Kata kepada dan terhadap oleh sebagian pemakai bahasa sering digunakan dengan pengertian yang sama. Kata kepada dan terhadap sama-sam menandai makna 'arah' atau 'penerima', seperti pada kalimat berikut.
  1. Semua orang tua tentu sayang kepada/terhadap anaknya.
  2. Seluruh rakyat merasa segan kepada/terhadap pemimpin yang kharismatik.
Dalam kedua kalimat tersebut, kata kepada dan terhadap dapat dipertukarkan karena maknanya mirip. Pada contoh lain, posisi kedua kata itu tidak dapat dipertukarkan karena maknanya berbeda. Kata kepada dapat menandai makna 'tujuan' atau 'penerima', sedangkan terhadap tidak.
  1. Pemerintah daerah memberikan hadiah kepada (bukan terhadap) orang yang telah berjasa.
Kata terhadap dapat menandai makna 'sasaran', sedangkan kepada tidak.
  1. Masyarakat berhak memberikan penilaian terhadap (bukan kepada) kinerja para wakilnya di DPR.
Dalam konteks tersebut makna kata terhadap sejalan dengan makna kata mengenai sehingga kalimat di atas dapat diubah menjadi seperti berikut.
  1. Masyarakat berhak memberikan penilaian mengenai (bukan kepada) kinerja para wakilnya di DPR.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Menanyakan dan Mempertanyakan

Permasalahan
Kata menanyakan dan mempertanyakan dibentuk dari kata dasar yang sama, yaitu tanya. Yang berbeda adalah imbuhan dan pengimbuhannya. Perbedaan imbuhan yang melekat pada kata dasar menyebabkan perbedaan arti pada kata jadiannya. Arti kata menanyakan berbeda dari mempertanyakan. Namun, pada kenyataannya, arti kedua kata jadian itu sering dianggap sama, seperti contoh berikut.
  1. Kepada penceramah seorang peserta menanyakan/mempertanyakan bantuan dana yang telah digulirkan pemerintah.
Pemakian kedua kata di atas tentu dengan makna yang berbeda. Berdasarkan konteksnya, kalimat di atas itu mengandung maksud bahwa ada peserta yang meminta penjelasan penceramah tentang bantuan dana yang telah digulirkan pemerintah. Karena maksudnya hanya satu, padahal dilambangkan dengan dua kata yang berbeda, yaitu menanyakan dan mempertanyakan, tentu pemakaian itu tidak tepat. Oleh karena itu, harus dipilih salah satu di antara kedua kata itu. Lalu, manakah yang tepat di antara kedua kata tersebut?
Penjelasan
Untuk dapat menentukan pilihan yang tepat, harus lebih dahulu diketahui perbedaan makna menanyakan dan mempertanyakan. Kata menanyakan berarti 'meminta keterangan tentang sesuatu' dan kata mempertanyakan berarti 'mempersoalkan' atau 'menjadikan sesuatu sebaagi bahan bertanya-tanya'. Perbedaannya adalah bahwa kata menanyakan menuntut jawaban langsung, sedangkan mempertanyakan meminta penjelasan. Dengan demikian, untuk maksud di atas, lebih tepat digunakan kata menanyakan seperti berikut.
  1. Kepada penceramah seorang peserta menanyakan bantuan dana yang digunakan pemerintah.
  2. Beberapa orang mempertanyakan kehadiran tokoh itu.
  3. Masyarakat mempertanyakan keberadaan pedagang kaki lima di lingkungannya.
Kalimat (2) dan (3) di atas masing-masing mengandung maksud bahwa 'sejumlah orang yang bertanya-tanya tentang keberadaan tokoh itu' dan 'masyarakat bertanya-tanya tentang keberadaan kaki lima. Untuk itu, mereka membutuhkan penjelasan dari pihak tertentu. Jadi, kalimat (2) dan (3) tidak menghendaki jawaban ya-tidak, tetapi penjelasan.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Debet dan Debit

Permasalahan
Komunikasi di bidang ekonomi atau perbankan tidak jarang menggunakan istilah debet, misalnya pada lajur debet dan lajur kredit.
Penjelasan
Frekuensi penggunaan istilah lajur debet cukup tinggi, tetapi bentuk istilah yang benar adalah lajur debit, kata debit diserap secara utuh dari kata Inggris "debit". Bentuk istilah itu merupakan gabungan dua kata, yaitu lajur dan debit yang membentuk istilah baru lajur debit. Dari bentuk istilah debit dapat dibentuk paradigma istilah yang bersistem debitor. Hal ini serupa dengan bentuk istilah bersistem lainnya seperti berikut.
  1. apotek dan apoteker
  2. praktik dan praktikum
  3. provinsi dan provinsialisme
Istilah debit juga digunakan dengan pengertian 'jumlah air yang dipindahkan dalam suatu satuan waktu tertentu pada titik tertentu di sungai, terusan, atau saluran air' (seperti dalam debit air). Kenyataan adanya bentuk polisemi (sebuah bentuk kata yang maknanya lebih dari satu) itu tidak dapat dijadikan alasan untuk menggantikan istilah debit menjadi debet.
Dalam bidang ekonomi dan perbankan pun debit memiliki makna lebih dari satu:
  1. 'uang yang harus ditagih dari orang lain; piutan';
  2. 'catatan pada pos pembukuan yang menambah nilai aktiva atau mengurangi jumlah kewajiban; jumlah yang mengurangi deposito pemegang rekening pada banknya'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Hanya dan Saja

Kandungan makna kata hanya dan saja tidak sama atau berbeda. Oleh karena itu, kedua kata tersebut tidak dapat saling menggantikan posisi dan makna yang sama di dalam sebuah kalimat. Fungsi kata itu masing-masing di dalam kalimat berbeda. Kata hanya menerangkan kata atau kelompok kata yang mengiringinya, sedangkan kata saja menerangkan kata atau kelompok kata yang mendahuluinya. Contoh:
  1. Mereka berlibur di Bali hanya lima hari.
  2. Mereka berlibur di Bali lima hari saja.
  3. Mereka hanya berlibur di Bali saja.
  4. Mereka berlibur hanya di Bali saja.
  5. Saya hanya memiliki dua orang anak saja.
  6. Orang itu hanya memikirkan diri sendiri saja.
Penggunaan kata hanya dan saja secara bersama-sama untuk menerangkan kata atau kelompok kata yang sama seperti pada contoh kalimat nomor (4), (5), dan (6) bersifat mubazir. Untuk kasus semacam itu, di dalam bahasa Indonesia ragam baku penggunaannya tidak tepat. Di dalam hal itu, pilih salah satu, hanya atau saja, yang menurut kaidah bahasa Indonesia paling tepat untuk kalimat tersebut. Misalnya:
  1. Saya hanya memiliki dua orang anak.
  2. Saya memiliki dua orang anak saja.
  3. Orang itu hanya memikirkan diri sendiri.
  4. Orang itu memikirkan diri sendiri saja.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Di dan Pada

Akhir-akhir ini banyak pengguna bahasa Indonesia yang senang menggunakan ungkapan "di malam hari", "di awal abad XXI", atau "di awal milenium III"". Penggunaan preposisi di pada ungkapan itu menunjukkan kekurangcermatan dalam pemilihan kata. Preposisi di digunakan untuk menandai tempat, baik yang konkret maupun yang abstrak. Oleh karena itu, preposisi di seharusnya diikuti keterangan tempat. Pada konteks itu pilihan kata yang tepat adalah pada karena diikuti waktu.
Beberapa kalimat berikut menggambarkan penggunaan di secara tepat.
  1. Pusat pemerintahan negara berada di Jakarta.
  2. Di dinding terpampang lukisan Monalisa.
  3. Kehidupan yang terpanjang berada di alam baka.
  4. Keuntungan besar sudah terbayang di depan mata.
  5. Di lubuk hatinya yang paling dalam sudah tersimpan nasihat itu.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Sekali dan Sekali-kali

Kecermatan dalam bahasa harus ditopang oleh ketelitian mengetahui makna kata. Dapat saja terjadi kekeliruan karena makna kata yang bermiripan tidak dipahami secara baik. Marilah kita perhatikan penggunaan kata sekali, sekali-kali, sesekali, sekali-sekali, dan sekalian.
Kata sekali berarti 'satu kali'. Contoh:
  1. Sejak Indonesia merdeka hingga tahun 2003 ini baru sekali di Indonesia dilakukan pemilu secara demokratis.
  2. Majalah itu terbit sekali seminggu.
Kata sekali-sekali berarti 'kadang-kadang', 'tidak sering', 'tidak selalu', dan berarti 'coba-coba'. Contoh:
  1. Masih terjadi sekali-sekali kerusuhan di daerah itu.
  2. Jangan sekali-sekali kamu lari dari sini.
Kata sesekali berarti sama dengan sekali-sekali, yaitu 'kadang-kadang', 'tidak kerap', 'tidak sering', 'tidak selalu'. Kata sesekali merupakan bentuk singkat dari bentuk sekali-sekali. Contoh:
  1. Dia hanya sesekali menjenguk sanak familinya.
  2. Sesekali dia mengajukan kritik kepada pemerintah.
Kata sekali-kali berarti 'sama sekali', 'sedikit pun (tidak)', atau 'sedikit pun jangan'. Contoh:
  1. Sekali-kali pemerintah tidak boleh mengecewakan rakyat.
  2. Pejabat jangan sekali-kali membohongi masyarakat.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Pertandingan dan Perlombaan

Jika kita cermati, kata pertandingan dan perlombaan mempunyai persamaan dan perbedaan arti. Persamaannya ialah bahwa kedua kata tersebut sama-sama mengandung arti 'persaingan'. Sebuah pertandingan akan berlangsung seru apabila terjadi persaingan yang kuat antarpihak yang bertanding. Begitu pula perlombaan. Sebuah perlombaan akan sangat menarik apabila peserta perlombaan itu bersaing ketat.
Di samping persamaan sebagaimana dikemukakan di atas, kata pertandingan dan perlombaan mempunyai perbedaan arti. Kata pertandingan dibentuk dari kata dasar tanding. Di dalam kamus kata tanding mempunyai dua arti (1) 'seimbang atau sebanding' dan (2) 'satu lawan satu'. Dari kata tanding itu kemudian diturunkan, antara lain, akta bertanding yang berarti 'berlawanan', mempertandingkan yang berarti 'membuat bertanding dengan mengharapkan dua pemain atau dua regu'. Dengan demikian, dapat dicatat bahwa dalam kata pertandingan tersirat makna dua pihak yang berhadapan. Berikut contoh pemakaiannya dalam kalimat.
  1. Pertandingan sepak bola itu tetap berlangsung walaupun diguyur hujan.
  2. Televisi swasta itu menyiarkan secara langsung pertandingan tinju profesional secara rutin.
Pada kedua contoh di atas kata pertandingan digunakan untuk jenis olahraga yang menghadapkan dua pihak. Pada jenis olahraga sepak bola pihak yang berhadapan adalah dua kesebelasan dan pada olahraga tinju pihak yang berhadapan adalah dua orang petinju.
Kata perlombaan diturunkan dari kata dasar lomba. Kata lomba mempunyai dua arti, yaitu 'adu' (kecepatan, keterampilan, ketangkasan). Kota lomba itu diturunkan menjadi perlombaan yang berarti 'kegiatan mengadu ketangkasan atau keterampilan'. Dengan demikian, persaingan dalam sebuah perlombaan antarpihak yang terlibat tidak saling berhadapan sebagaimana dalam pertandingan. Di bawah ini diberikan contoh pemakaian kata perlombaan dalam kalimat.
  1. Panitia Peringatan Hari Proklamasi menyelenggarakan berbagai perlombaan, seperti balap karung, balap bakiak, dan lomba lari.
  2. Salah satu perlombaan yang banyak peminatnya adalah baca puisi.
Dari dua contoh di atas jelaslah bahwa yang terlibat dalam setiap kegiatan tersebut tidak hanya dua pihak yang saling berhadapan, tetapi dapat terdiri atas beberapa pihak dan tidak saling berhadapan seperti pada pertandingan.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

S2 atau S-2?

Permasalahan
Pangguna bahasa selama ini tampak tidak seragam dalam menuliskan jenjang pendidikan strata dua dan strata tiga pada program pascasarjana. Di satu pihak, ada yang menuliskannya dengan singkata S2 dan S3 (tanpa tanda hubung), di pihak lain ada pula yang menuliskannya dengan S-2 dan S-3 (dengan tanda hubung). Manakah penulisan yang benar dengan atau tanpa tanda hubung?
Penjelasan
Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu dijelaskan bahwa-sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, tanda hubung mempunyai beberapa fungsi. Salah satu fungsi tanda hubung itu adalah untuk merangkaikan
  1. se- dengan kata berikutnya yang diawali dengan huruf kapital, misalnya se-Jakarta dan se-Indonesia;
  2. ke- dengan angka, misalnya ke-2, ke-15, dan ke-25;
  3. angka dengan –an, misalnya 2000an dan 5.000-an;
  4. singkatan (huruf kapital) dengan imbuhan ata kata, misalnya di-PHK, sinar-X, atau hari-H;
  5. nama jabatan rangkap, misalnya Menteri-Sekretaris Negara.
Dalam ketentuan (2) dan (3) tersebut tampak bahwa perangkaian ke- dengan angka dan angka dengan –an dilakukan dengan menggunakan tanda hubung. Hal ini menunjukkan bahwa perangkaian angka dengan unsur lain yang tidak sejenis (bukan angka) dilakukan dengan tanda hubung. Selain itu, pada ketentuan (4) tampak pula bahwa singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata juga dirangkaikan dengan tanda hubung. Hal itu mengindikasikan bahwa singkatan berhuruf kapital jika dirangkaikan dengan unsur lain yang tidak sejenis juga ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
Sejalan dengan penjelasan tersebut, jenjang akademik strata dua pada program pascasarjana—jika disingkat—lebih tepat ditulis dengan menggunakan tanda hubung, yaitu S-2, bukan S2. Huruf S pada singkatan itu merupakan singkatan huruf kapital yang dirangkaikan dengan unsur lain (angka 2) yang tidak sejenis. Angka 2 pada singkatan itu juga digabungkan dengan unsur lain yang tidak sejenis, yaitu S. Oleh karena itu, perangkaian kedua unsur yang tidak sejenis, itu lebih tepat menggunakan tanda hubung. Hal yang sama juga berlaku bagi jenjang strata tiga, yang disingkat menjadi S-3, bukan S#, dan strata satu, yang disingkat menjadi S-1, bukan S1. angka di belakang singkatan S itu tidak menyatakan jumlah (seperti P4 = 4P). Dengan demikian, angka 1,2, dan 3 pada S-1, S-2, dan S-3 bukan 1S, 2S, dan 3S, melainkan menyatakan tingkatan pertama, kedua, dan ketiga.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Termohon dan Pemohon

Permasalahan
Ada sementara orang yang mempertanyakan arti kata termohon. Mereka beranggapan bahwa kata tersebut berarti 'tidak sengaja dimohon'.
Penjelasan
Awalan ter- memang memiliki arti, (1) 'tidak sengaja' seperti pada kata tertidur atau terbawa dan (2) 'paling' seperti pada kata terpandai atau terjauh. Itulah sebabnya, kata termohon sering diartikan 'tidak sengaja dimohon'. Padahal, arti awalan ter- tidak hanya itu. Arti awalan ter- yang lain adalah 'dapat di-' atau 'dalam keadaan di-' seperti dalam kalimat berikut.
  1. Masalah itu teratasi saat petugas keamanan datang di lokasi kejaidan.
  2. Pintu rumahnya terbuka ketika dia pulang tadi.
Kata teratasi pada kalimat (1) berarti 'dapat diatas' dan kata terbuka pada kalimat (2) berarti 'dalam keadaan dibuka'. Bagaimana dengan kata termohon? Awalan ter- pada kata termohon sama artinya dengan awalan di-. Jadi, termohon berarti 'orang yang dimohoni'. Sementara itu, kata tertuduh berarti 'orang yang dituduh', terdakwa berarti 'orang yang didakwa', dan terhukum berarti 'orang yang dihukum'. Awalan ter- pada tertuduh, terdakwa, terpidana, dan terhukum berarti 'orang yang di ...' dengan peran penderita /pasien, sedangkan awalan ter- pada termohon berarti 'orang yang dimintai permohonan'. Dalam bidang hukum yang dimohon itu ialah 'pemulihan nama baik'. Jadi, termohon tidak sejajar dengan tertuduh, terdakwa, terpidana, dan terhukum.
Istilah termohon digunakan, misalnya, dalam kasus praperadilan. Seseorang yang merasa diperlukan tidak adil oleh lembaga, misalnya kepolisian, dapat mempraperadilankan lembaga tersebut. Dalam hubungan itu, pihak kepolisian disebut sebagai pihak termohon, sedangkan pihak yang mempraperadilankan disebut pemohon.
Dalam kasus perkara pidana pihak aparat penegak hukum, termasuk kepolisian, biasa menjadi pihak yang bertindak aktif untuk mengumpulkan bukti yang diperlukan. Namun, dalam hubungannya dengan istilah termohon, pihak aparat hukum, dalam hal ini kepolisian, menjadi pihak yang tidak aktif bertindak atau tidak proaktif. Hal itu terjadi karena yang berinisiatif adalah pihak pemohon, bukan termohon. Dalam hal itu, kata pemohon berarti 'pihak/orang yang memohon', seperti penulis 'orang yang menulis' atau pembeli 'orang yang membeli'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Esok dan Besok

Kata esok dan besok adalah kata dua kata yang sering dipertukarkan pemakaiannya. Namun, pada contoh berikut keduanya tidak dapat dipakai saling bergantian.
  1. Esok lusa (bukan: besok lusa) kita perbaiki jalan hidup ini agar menjadi lebih baik.
  2. Kita jelang hari esok (bukan: hari besok) yang lebih baik dengan kerja keras dan budi luhur.
Esok lusa dan hari esok dari contoh di atas berarti 'saat yang akan datang' atau 'masa depan', sedangkan besok lusa, alih-alih lusa, berarti 'dua hari sesudah hari ini', sedangkan hari besok, alih-alih besok, berarti 'hari sesudah hari ini;.
Pada contoh berikut pun keduanya tidak dapat digunakan saling bergantian.
  1. "Kapan Anda berangkat? "Besok. (bukan esok).
  2. Ia datang besok pagi (bukan esok pagi).
Pada contoh berikut ini kata mengesokkan dan membesokkan dapat dipakai bergantian.
  1. Jangan mengesokkan/membesokkan pekerjaan hari ini.
Kata mengesokkan dan membesokkan keduanya dapat digunakan pada kalimat di atas, masing-masing dengan makna 'menangguhkan sampai esok' atau 'menangguhkan sampai waktu yang akan datang' dan 'menangguhkan sampai besok' atau 'menangguhkan sampai satu hari kemudian'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Setengah dan Separo

Kata setengah atau separo merupakan kata bilangan yang menyatakan seperdua. Kata setengah dan separo memiliki persamaan dan perbedaan arti. Persamaan arti cenderung menyebabkan kata itu dapat saling menggantikan di dalam konteks kalimat yang sama, sedangkan perbedaan arti menyebabkan kata itu tidak dapat saling menggantikan pada konteks yang sama.
Kata setengah bermakna 'sebagian (sejumlah) dari beberapa (seluruhnya)'. Contoh:
  1. Setengah dari jumlah balita di desa diperkirakan kekurangan gizi.
  2. Warisan orang tuanya dibagi untuk dua anaknya, masing-masing mendapat setengah bagian.
Kata separo juga mengandung makna sebagian dari beberapa. Dengan demikian, kalimat (1) dan (2) dapat diubah dengan menggantikan kata setengah dengan separo, seperti pada kalimat berikut:
  1. Separo dari jumlah balita di desa diperkirakan kekurangan gizi.
  2. Warisan orang tuanya dibagi untuk dua anaknya, masing-masing mendapat separo bagian.
Pada kalimat contoh berikut ini, yaitu pada kalimat di atas, kata setengah tidak dapat digantikan oleh kata separo, seperti terlihat pada kalimat contoh di bawah ini.
  1. Setengah jam yang lalu orang itu meninggalkan tempat ini.
  2. *Separo jam yang lalu orang itu meninggalkan tempat ini.
  3. Bagi Indra, nilai delapan setengah dapat diperoleh dengan mudah.
  4. *Bagi Indra, nilai delapan separo dapat diperoleh dengan mudah.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Afiliasi atau Asosiasi

Permasalahan
Kata afiliasi sering digunakan, seperti pada "SMU Afiliasi" atau "perguruan tinggi afiliasi".
Penjelasan
Afiliasi adalah 'gabungan sebagai anggota atau cabang'. Setiap anggota atau cabang itu mempunyai hubungan berjenjang naik dengan pusat yang digabunginya. Misalnya, "sebuah universitas yang belum lama dirikan dan masih belum maju serta belum berprestasi tinggi di bidang akademis berafililasi dengan universitas yang maju, modern, dan berprestasi tinggi". Universitas yang masih muda dan belum maju itu merupakan afiliasi, anggota, atau cabang dari universitas yang sudah maju dan modern.
Asosiasi (bahasa Inggris: "association") adalah 'organisasi atau kumpulan orang yang memiliki satu tujuan yang sama (biasanya) yang bertujuan positif'. Kata asosiasi biasanya digunakan untuk menyatakan hubungan bagi organisasi yang berbadan hukum.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2

Makna Kata Juara dan Pemenang

Permasalahan
Adakah perbedaan makna kata juara dan pemenang?
Penjelasan
Untuk mengetahui jawaban pertanyaan itu, kita perlu mengetahui makna kedua kata itu.
juara
  1. 'orang (regu) yang mendapat kemenangan dalam pertandingan terakhir
  2. 'ahli; terpandai dalam suatu (pelajaran dan sebagainya)'
  3. 'pendekar; jagoan'
  4. 'pengatur dan pelerai dalam persabungan ayam'
  5. 'pemimpin peralatan (pesta dan sebagainya)'.
pemenang
  1. 'orang (pihak) yang menang'
Kata pemenang dapat dipakai untuk menyatakan orang terpandai di kelas. Misalnya, "Didi adalah juara I di kelasnya", tetapi tidak pernah dikatakan "Didi adalah pemenang I di kelasnya".
Sebaliknya, kata juara dipakai untuk orang atau regu yang menang bertanding atau berlomba ataupun orang terhebat dalam sesuatu (pelajaran dan sebagainya). Namun, kata juara tidak dipakai untuk menyebut orang yang memenangi undian. Misalnya, "Dia pemenang I undian terhadian" itu, tetapi tidak pernah dikatakan "Dia juara pertama undian berhadiah itu".
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2
 

Anarkis atau Anarkistis?

Permasalahan
Dalam berbahasa, kata anarkis tampaknya lebih banyak digunakan daripada kata anarkistis. Kedua kata itu sering kali digunakan dalam pengertian yang tertukar. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
  1. Para demonstran diharapkan tidak melakukan tindakan yang anarkis.
Penjelasan
Kata anarkis pada kalimat itu tidak tepat. Untuk mengetahui hal itu, kita perlu memahami pengertian kata anarkis. Kata anarkis (bahasa Inggris: "anarchist") berkelas nomina dan bermakna 'penganjur (penganut) pahan anarkisme' atau 'orang yang melakukan tindakan anarki'. Dari pengertian tersebut ternyata kata anarkis bermakna 'pelaku', bukan 'sifat anarki'. Padahal, kata yang diperlukan dalam kalimat tersebut adalah kata sifat untuk melambangkan konsep 'bersifat anarki'. Dalam hal ini, kata yang menyatakan 'sifat anarki' adalah anarkistis, bukan anarkis. Kata anarkis sejalan dengan linguis 'ahli bahasa' atau pianis 'pemain piano' sedangkan anarkistis sejalan dengan optimistis 'bersifat optimis' dan pesimistis 'bersifat pesimis'. Dengan demikian, kata anarkis pada kalimat tersebut lebih baik diganti dengan kata anarkistis sehingga kalimatnya menjadi sebagai berikut.
  1. Para demonstran diharapkan tidak melakukan tindakan yang anarkistis.
Permasalahan
Lalu, bagaimanakah penggunaan kata anarkis yang tepat?
Penjelasan
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, kata anarkis bermakna 'pelaku', yaitu 'orang yang melakukan tindakan anarki'. Oleh karena itu, penggunaannya yang tepat adalah untuk menyatakan 'pelaku' atau 'orang yang melakukan tindakan anarki'. Contohnya dapat disimak pada kalimat berikut:
  1. Pemerintah mengingatkan masyarakat agar tidak berlaku sebagai anarkis dalam melakukan unjuk rasa.
Perlu pula diketahui kata anarki bermakna (1) 'hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban'; (2) 'kekacauan (dalam suatu negara)'. Anarkisme bermakna 'ajaran (paham) yang menentang setiap kekuatan negara; teori politik yang tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang'.
http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_2